Kamis, 11 Juli 2013

Jumat, 25 Januari 2013

Rundown Ekspedisi



           
           Rundown ini saya buat serta saya lampirkan dalam blog karena perasaan ingin berbagi pengalaman secara detail kepada calon-calon pendaki Mt. Aconcagua. Saya berharap, pendaki-pendaki selanjutnya memiliki kesempatan besar dalam pencapaian puncak. Dan ingat ! Puncak bukanlah segalanya. . . . namun proses menuju puncak itulah yang membuat puncak itu menjadi segala-galanya ^.^

[klik] gambar untuk memperbesar


Senin, 14 Januari 2013

Feria de San Telmo, Pasar Argentina




     Feria de San Telmo merupakan nama suatu pasar yang menjual aneka barang antik yang cukup terkenal di Argentina yang ada di daerah San Telmo, Argentina. Pasar ini buka setiap hari minggu mulai pukul 09.00 hingga pukul 20.00 waktu setempat. Meskipun demikian, pasar tersebut juga terdapat pada hari selain Minggu namu dalam lokasi sekitar 100 hingga 200 meter saja. Feria de San Telmo sangat ramai di hari minggu karena terdiri dari lebih 270 stand yang menjual beraneka barang antik dan khas warga Argentina. Di sepanjang jalan yang dipenuhi oleh penjual maupun pembeli tersebut terdapat pula berbagai macam atraksi, permainan musik serta tarian Tango yang tentu saja unik karena ditemukan di lokasi seperti pasar. Kegiatan di pasar tersebut mengambil tempat hingga 12 blok atau sekitar 5 km. Kalung, gelang, alat-alat musik Argentina, pakaian daerah dan lain sebagainya adalah contoh barang yang mayoritas merupakan buatan sendiri (handycraft). Tidak jarang pula dapat kita temukan penjual kaos bertuliskan Argentina dan kaos-kaos bergambar klub sepakbola Argentina.
     Seniman dan pemusik melakukan aksi untuk menarik perhatian pengunjung di pasar tersebut dengan penuh percaya diri. Mulai dari berpakaian ala “Kapten Jack Sparrow”, penampilan aksi sulap, marching band, Tango show, reagge band, sampai ada pula yang merubah dirinya seperti patung. Pertunjukan yang paling ramai di lihat pengunjung adalah tango show dan pertunjukan musik reeggae. Dua pertunjukan ini tidak pernah sepi pengunjung, selalu ramai, karena pertunjukannya yang sangat menarik, apalagi Tango adalah jenis tarian khas Argentina sehingga pengunjung pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat pertunjukan yang satu ini. Tidak hanya pengunjung dari luar Argentina yang menyukai tersebut namun pengunjung lokal pun juga sangat senang dengan penampilan tarian tersebut. Demikian dengan tarian tango, pertunjukan musik reagge yang disajikan oleh pemusik jalanan Argentina juga sangat menghibur pengunjung yang ada disitu.

     Jika berkunjung ke Buenos Aires, sebaiknya menyempatkan diri untuk berkunnjung ke pasar ini dan akan dapat kita temukan perbedaan serta kesamaan pasar tersebut dengan pasar di tanah air.

Jumat, 28 Desember 2012

Meninggalkan Plaza de Mulas 4.389 mdpl

      

Plaza  de Mulas

      Jam tanganku menunjukkan pukul 05.30, "Ku ingin buang air kecil namun harus kemana?", bisikku lirih pada diri sendiri. Ya..... aku pipis di sebelah klinik medis tempatku menginap semalam. Lega rasanya sudah bisa pipis meskipun dinginnya angin serasa menggigit jemari kaki dan tangan. Segera ku kembali ke ranjang (bad tebal yang diletakkan di lantai klinik) lalu mengamati suasana ruangan yang masih sunyi senyap karena belum ada yang bangun. Gebi yang sengaja tidur di ruangan tersebut untuk menemani dan memantau kesehatanku pun hanya terbangun sejenak untuk menyapaku, "Are you Ok?". "Yes, I'm fine", jawabku. Ku ambil catatan keuangan dalam daypackku dan menghitung jumlah uang yang ada padaku. Tidak lama kemudian Ari disusul Ibnu datang ke klinik sebagaimana pesanku pada mereka semalam. Pagi ini kuserahkan untuk untuk keperluan selama pendakian serta sejumlah uang untuk keperluan mereka saat tiba di Mendoza. Kuputuskan untuk menyerahkan uang dalam bentuk pesos kepada Ibnu serta uang dalam dalam bentuk dolar kepada Ari. selanjutnya kami menunggu kedatangan  helicoopter yang kabarnya akan mengevakuasiku pada pukul 07.00. Helicoopter tiba di Plaza de Mulas pada pukul 07.10 dan baru membawaku turun ke Horocones pada pukul 09.30. Untuk pertama dan terakhir kalinya pada hari itu, aku berfoto di basecamp Plaza de Mulas 4.389 mdpl dengan background Mt.Aconcagua 6.962 mdpl yang megah. Sesaat sebelum naik helicoopter, dokter mencoba memeriksa denyut nadi, saturasi O2, dan keadaan paru-paruku dengan meletakkan stetoscope di dada dan berpindah ke punggungku. Ku turut melihat hasil saturasi O2 yaitu 85% dengan denyut nadi yang lumayan cepat yaitu 110 per-menit. "Now, more fluid in your lungs", ungkapnya. Dokter menitipkan secarik kertas bertuliskan kalimat Spanyol untuk diberikan kepada dokter yang memeriksaku saat nanti di Mendoza. Gebi juga turut memberikan nomor handphone temannya kepadaku agar aku dapat meminta bantuan jika membutuhkan sesuatu.



     
      Salam perpisahan kuberikan kepada Ari, Ibnu, Gebi serta seluruh orang yang sengaja berada disitu untuk mengantar kepergianku. "Ri, Ib, Aku yakin kalian bisa nyampek puncak dan ngibari bendera kita. Kalian harus belajar dari apa yang aku alami", pesanku pada Ari dan Ibnu. Lambaian tanganku dan tangan mereka semakin lama semakin tak terlihat seiring bentangan jarak terbang helicoopter yang semakin terbang menjauhi mereka. Ribuan rasa berkecamuk di hatiku. Marah, menyesal, khawatir, bingung...... semua membaur jadi satu namun ku tak dapat menangis. Saat perjalanan evakuasi, kusempatkan untuk mengambil video jalur pendakian serta bukit-bukit sekitar menggunakan handphone yang kubawa. Indah, terlihat begitu indah dan menjadi semakin indah saat aku melihat pemandangan pegunungan ini sekarang, disaat aku akan kehilangan suasana di gunung ini.


Puente del Inca


Gudang/toko milik Aymara


     Usai beberapa menit menunggu kendaraan dari pihak Aymara (agent pendakian) untuk transfer dari pos perijinan Horocones akhirnya ku tiba di gudang/toko miliki Aymara di Puente del Inca. Gabriel, orang Aymara yang bertugas di Puente del Inca memberitahu bahwa aku akan dicarikan kendaraan untuk turun ke Mendoza pada pukul 12.00. Namun berjam-jam menunggu, kendaraan yang dimaksud belum juga ada. Ya, mungkin karena saat ini ada wanita asal Barcelona yang ingin menuju Mndoza juga. Wanita tersebut, christin, diharuskan turun dari Plaza de Mulas sehari sebelum aku turun karena dia menderita pulmonary edema dan celebral edema sekaligus. Gabriel mengkonfirmasi padaku bahwa Christin ingin menuju Mendoza bersamaku  agar uang yang dibayarkan bisa lebih murah karena kami dapat patungan dalam menyewa mobil serta sopir, namun Christin masih harus menunggu barang dalam duffle bagnya datang 5 jam lagi dengan diangkut oleh mulas. Pada saat ini, perutku terasa sangat lapar lalu ku memilih berkeliling di sekitar gudang dan membeli satu es krim, 600 ml air putih, dan satu hotdog untuk mengisi perutku yang kosong sejak kemarin pagi.
      Waktu telah menunjukkan pukul 17.00 maka melajulah  mobil kami menuju Mendoza. Selama dalam  mobil, ku putuskan untuk diam dan memejamkan mata karena Christin mengobrol dengan sopir tanpa henti-hentinya dengan menggunakan bahasa Spanyol yang tidak dapat kumengerti. Namun demikian, ku tetap tidak dapat tidur karena Christin berbicara dengan nada yang tinggi. Aeropuerto San Juan, kami sampai di bandara San Juan untuk menurunkan Christin terlebih dulu sebelum lanjut ke hotel. "Por favor, esta U$S 274 y ARS $ 5", ucapku pada sopir saat tiba di depan hotel NH Cordillera sambil menyodorkan uang 274 dolar dan 5 pesos. Karena kutak memiliki 1 dolar maka beri ganti 5 pesos pada sopir tersebut. "Si, gracias!", balasnya dengan reaksi sangat bahagia (kenapakalobayarmustipakedolargakbolehpakepesos_curiga.com).  Sempat merasa kesal karena pihak Aymara sebelumnya tidak pernah menunjukkan daftar harga transportasi secara detail apabila terdapat pendaki yang tidak dapat melanjutkan ekspedisi bersama anggota tim yang lainnya. "It's Ok! paling ndang ku ada pengalaman yang bisa dibagi ke pendaki-pendaki selanjutnya yang berencana kemari"', ucapku dalam hati.
      Begitu sampai di hotel, segera kulepas sepatu, cuci muka serta kaki serta meminjam stop contact pada resepsionis hotel untuk memasang charger pada Ipad dan handphone sebelum ku pergi mencari makan malam. Kususuri jalan dan masuk ke dalam Carrefour untuk membeli 6 liter air sekaligus mengingat jika membeli air di tempat lain maka harganya lebih mahal. Kulanjut berjalan hingga menemukan daftar harga makanan berupa pasta lalu aku masuk ke sebuah restoran untuk memesan satu porsi pasta/spageti dengan saus tomat untuk dibawa pulang ke hotel. Wow! begitu amat sangat lama sekali aku mendapatkan pastakuuuuu.... satu jam menunggu dan pastaku baru jadi. Ku melangkah kembali ke hotel dan mencoba memakan pasta tersebut di dalam kamar dan.... HUWEK!, ternyata aku sulit memasukkan makanan ke mulut karena masih mual, pahadal aku sangat lapar. :( Sama halnya denga percobaanku dalam memakan hotdog tadi siang di Puente del Inca, rasanya sangat sulit untuk menelan makanan. Meskipun sulit namun kupaksakan untuk menelan 8 sendok dan ku akhiri dengan meminum air putih. Selanjutnya kumatikan Ipad yang sempat ku pergunakan untuk conect internet serta mematikan semua cahaya lampu dalam kamar dan mencoba untuk tidur.
"Ya Alloh, ku ingin segera bersuci esok pagi karena ku telah usai datang bulan di gunungMU. Alhamdulillah untuk hari ini, meskipun ku tak tahu rencanaMu", ucapku dalam batin.


Kamis, 27 Desember 2012

Pulmonary Edema Menghentikan Langkahku

Confluencia 3.432 mdpl

     Alarm handphone berbunyi di dalam tenda untuk membangunkan aku, Ari, dan Ibnu. Pagi ini merupakan pagi terakhir kami di Confluencia karena kami akan melanjutkan pendakian menuju Plaza de Mulas. Usai membuka mata, ku segera menuju toilet untuk buang air kecil sebelum banyak orang antri disana. Saat kembali ke tenda, kubertanya kepada Ari dan Ibnu, “ Gimana kondisi kalian, apa masih pusing? Ada keluhan sakit ndag?”. “enggak mbag, kita udah enggak pusing”, jawab Ari. “Kalo gitu segera packing dan kita bongkar tenda terus lanjut ke tenda makan ya rek!”, tambahku. Semua sudah memakai kostum jalan dan barang-barang serta tenda telah terpacking dan siap untuk diangkut mulas. Guide,Gebi, datang dan bertanya,” is all ready?”, “Yes”, jawab kami. “Ok, now you can put it close to the mulas and then you have breakfast”, tambah Gebi.
    Kami memindahkan duffle bag ke dekat mulas kemudian menuju tenda makan. Kami sarapan apa adanya yang ada di tenda makan dengan tambahan telur dadar yang dibuat oleh juru masak,Lorena. Ari dan Ibnu lahap menyantap makanan namun entah mengapa pagi ini aku sangat tidak berselera lebih dari biasanya. Saat ku mencoba menelan makanan atau meminum air, ku pasti ingin muntah. “Aku biasanya pipis 2 liter dalam semalam karena ku banyak minum rek. Tapi semalam aku ndag bangun sama sekali untuk pipis dan 2 liter air yang sudah kusiapkan pun masih utuh rek”, ungkapku pada Ari dan Ibnu. Jam telah menunjukkan pukul 08.26 dan Gebi berseru bahwa kami akan melanjutkan pendakian sekarang. Langkahku menuju tenda dapur terlebih dahulu untuk berpamitan pada seluruh juru masak yang ada disitu, sekaligus memberikan sedikit uang tips kepada Lorena.


      Cuaca pagi ini sangat cerah dengan sedikit angin disepanjang perjalanan. Sejak awal perjalanan kumerasa ada yang tidak beres dengan tubuhku. Kuberjalan lambat hingga aku meminta Ari membawa laptop yang kupacking dalam daypackku. Bebanku sudah berkurang namun jalanku tetap lambat dan semakin melambat, berkali-kali langkahku terhenti karena merasa begitu lelah. "Ya Alloh, ada apa denganku? kemarin ndag kayak gini, kemarin bisa jalan cepat", gumamku cemas karena mulai merasa berat menyelaraskan langkah dengan anggota tim. "Are you Ok?", tanya Gebi. "Yes, I am Ok. Just....little bit tired", jawabku. "Mungkin gara-gara tadi cuma sarapan cereal kali ya?", tanyaku dalam hati. Terik matahari mengiringi langkah kami dalam menyusuri jalur pendakian yang berbatu,berpasir, dan sangat panjang ini.  
     Selama dua jam perjalanan, aku berjalan pelan tidak seperti biasanya, bahkan selalu tertinggal jauh di belakang (urutan dari depan saat berjalan yaitu Gebi, Ari, aku, dan Ibnu). Akhirnya Gebi menerapkan metode berjalan lamban namun tetap saja aku ketinggalan. Hingga pada saat makan siang sekitar pukul 13.00, makanan yg kami dapat dari Aymara pun tidak mampu kuhabiskan. Usai makan siang, kami melanjutkan perjalanan. Saat perjalanan, aku sering berhenti sehingga Gebi pun sering bertanya tenntang keadaanku. Dia memintaku bercerita tentang mengapa kondisiku bisa seperti ini. Aku menceritakan bahwa aku sejak semalam hingga saat ini hanya mampu meminum setengah liter air dan mungkin juga saat ini aku masuk angin karena aku merasa sangat mual namun tidak pusing. Kemudian Gebi menyuruhku untuk minum saat ini juga. Aku merasa mual namun Gebi tetap menyuruh minum banyak hingga akhirnya aku muntah air. Setelah muntah, aku mampu memasukkan makanan serta air ke mulut namun sangat sedikit. Tim melanjutkan perjalanan kembali dan posisiku pun semakin jauh di belakang hingga aku sempat hilang dari pandangan mata mereka. Gebi, Ari, Ibnu menunggu kedatanganku. Kudatang dengan perasaan dan sikap lemas yang dapat tim ketahui tanpa aku harus bilang. Pada akhirnya, bebanku pun di bagi menjadi tiga untuk di bawakan oleh Ibnu, Ari dan Gebi. Namun tetap saja badanku merasa lemas. Aku berjalan sangat pelan dan sering berhenti untuk menarik nafas. Kebetulan ada teman Gebi yang menyalip dari belakang, Gebi pun meminta tolong pada mereka untuk menemani Ari dan Ibnu menuju Plasa de mulas. Tim terpisah menjadi dua, Ari dan Ibnu berjalan bersama Julian (temannya Gebi) sedangkan aku di dampingi oleh gebi. Ari dan ibnu tiba di plasa de mulas pukul 19.30. Mereka pun menunggu kedatanganku di tenda makan sekaligus membangun tenda. 
      Setelah trekking 17 km dalam waktu hampir 13 jam, aku bersama Gebi tiba di plaza de Mulas pukul 21.00 dan langsung diperiksa oleh dokter di klinik Plaza de Mulas.  Mereka mengecek denyut nadiku, saturasi O2 serta keadaan paru-paruku. Ya, aku hanya mampu bernafas pendek saat berjalan karena saturasi O2ku saat ini hanya 65% dengan denyut nadi yang cepat yaitu 120 per-menit, kumelihat dari alat periksa yang mereka pasangkan ke jari telunjukku. Yang benar-benar kabar buruk bagiku, saat ini dokter menyatakan bahwa paru-paruku terisi cairan, "There are any fluid in your lungs". Aku tidak mampu berkata-kata....... "lalu apa selanjutnya? apa aku tidak boleh menambah ketinggian? apa aku harus turun? apa aku hanya boleh disini?", tanya demi tanya berkumpul dalam otakku. SPANISH...SPANISH....SPANISH.... kenapa semua orang dalam ruangan ini bicara dalam bahasa Spanyol? padahal pasien mereka kali ini tidak mengusai bahasa Spanyol, pasien mereka kali ini sama sekali tidak paham apa yang terjadi, mereka pun sebenarnya mampu bicara dalam bahasa Inggris meskipun tidak lancar. Dan hanya kosakata PULMONARY EDEMA yang kupahami disela-sela obrolan bahas Spanyol yang dilakukan keenam orang yang berada dalam klinik. "Please, explain what happen with me?", pintaku kepada Gebi. Setelah menerima penjelasan dokter dalam bahasa Spanyol, Gebi mencoba membuatku mengerti dalam bahasa Inggris. Dia menyampaikan bahwa Dokter menyatakan saat ini aku menderita pulmonary edema dan aku diharuskan turun malam ini dan paling lambat esok pagi karena jika semakin lama aku berada di ketinggian seperti saat ini makan cairan dalam paru-paruku akan bertambah. Pulmonary edema yang kuderita sudah dalam level kritis maka aku harus turun hingga ke Mendoza. Berbagai penawaran serta alasan telah kuutarakan namun dokter dengan kukuh memintaku turun segera dan tidak boleh kembali naik hingga aku benar-benar sembuh karena pulmonary edema bersifat memory alias kumat jika aku mencoba naik dalam waktu dekat, bahkan jika aku tetap memaksa naik maka bisa jadi aku akan mati di ketinggian. Aku tertunduk diam tanpa meneteskan airmata, kemudian seorang dokter menghampiri tempat dudukku dan mulai berbicara, "You must save your life! It's more important than averything.Ok?". "You can comeback everytime you want but now you must go down", tambahnya. "And... until when the fluid stay in my lungs?", tanyaku. Dokter menjawab bahwa cairan ini akan segera hilang jika aku turun ke Mendoza, bukan tetap tinggal disini, bukan turun ke Confluencia maupun turun ke Puente del Inca saja. Dokter pun bilang bahwa aku tidak dapat mendaki gunung dengan ketinggian diatas 4000 mdpl setelah 2 tahun kemudian. Hah! yang benar saja? apa ku tidak salah dengar.
      Aku datang ke tenda makan bersama Gebi untuk makan serta menemui Ari dan ibnu. Kusampaikan apa yang dikatakan oleh dokter malam ini. "Dokter mengindikasikan adanya cairan di paru-paruku. Aku diminta turun malam ini juga, namun kata Gebi itu tidak memungkinkan maka aku diturunkan besok pagi rek", ungkapku pada Ari dan ibnu. "Gebi, can I stay in here? please... I wanna close with them, Please!", pintaku kepada Gebi untuk kesekian kali. Kusempat berdebat dengan Gebi bahwa aku masih ingin tinggal di Plaza de Mulas jika aku memang tidak diperbolehkan menambah ketinggian."I feel better and I don't feel dizzy", kucoba bertahan agar diperbolehkan untuk tinggal. "Tari, listen! You are sick. You have to go down. Save your life Tari! Do you understand?", Gebi berusaha membuatku mengerti namun aku masih tidak dapat menerima. "Now, Ari and Ibnu will help you to prepare your stuff. Put into your daypack and remember! just the important one because you duffle bag will be leave in here. Ok? Helicoopter will pick Tari up at 07.00 a.m.", penjelasan Gebi tertuju pada kami bertiga. Gebi beranjak pergi mengambilkanku makanan sedangkan aku meminta tolong kepada Ibnu untuk membuatkan Indomie untukku. Indomie telah matang dan ku mulai menyantapnya namun....... HUWEK! lagi-lagi aku muntah. Hari ini aku muntah tiga kali. "Ya Alloh.... ternyata aku memang sakit", gumamku sambil meneteskan air mata. Gebi datang sambil memberiku sepiring makanan yang entah apa namanya, seperti pizza raksasa, dengan warna pucat dan membuatku semakin tidak tertarik. Dia beranjak pergi keluar tenda makan lagi dan beberapa saat kemudian dia kembali untuk memintaku tidur di klinik karena tempat tidur disana lebih nyaman. Gebi memanduku ke klinik bersama Ari yang membawakan daypack.
     Begitu tiba di dalam klinik, tiga dokter mencoba memeriksaku kembali. Sama seperti sebelumnya, mereka mengecek Saturasi O2, denyut nadi serta keadaan paru-paruku. Karena aku menyatakan bahwa aku tidak pusing maka aku pun diminta untuk berjalan lurus dalam satu garis lantai dari satu dinding menuju ke dinding satunya. Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan, mereka menyuntikkan cairan dexametason ke lengan kananku. Selang beberapa saat usai penyuntikkan, aku bersiap untuk tidur, mencoba meminum air dan ternyata aku mampu untuk minum. Aku merasa lebih baik usai mendapat suntikkan tadi. Kucoba memejamkan mata dan berdoa pada Alloh bahwa semua ini hanya mimpi buruk.